Bodoh adalah kata pertama yang terlintas setelah selesai membaca buku ini. Anehnya, pintar, justru kata kedua yang terlintas. Ya, kebodohan pribadi yang diceritakan secara pintar full tercecer dalam buku ketiga Sedaris ini. Dalam buku kumpulan cerita-cerita pribadi setebal 323 halaman ini, kita akan menemukan pengalaman-pengalaman hidup Sedaris yang kocak-setengah-mampus. Dari mulai cerita tentang kakaknya yang gak bisa ngomong sopan, sampai kepada pengalamannya terjebak di WC gara-gara ada sisa orang buang air yang tidak bisa dia flush.
Bodoh adalah kata pertama yang terlintas setelah selesai membaca buku ini. Anehnya, pintar, justru kata kedua yang terlintas. Ya, kebodohan pribadi yang diceritakan secara pintar full tercecer dalam buku ketiga Sedaris ini. Dalam buku kumpulan cerita-cerita pribadi setebal 323 halaman ini, kita akan menemukan pengalaman-pengalaman hidup Sedaris yang kocak-setengah-mampus. Dari mulai cerita tentang kakaknya yang gak bisa ngomong sopan, sampai kepada pengalamannya terjebak di WC gara-gara ada sisa orang buang air yang tidak bisa dia flush.
David Sedaris menceritakan pengalaman hidupnya dari kacamatanya sendiri. Namun, sepertinya kacamata yang dia pakai silindernya kebanyakan, sehingga semuanya terlihat bengkok. Sedaris jadi melihat hidup dari sudut-sudut yang terlewat begitu saja oleh orang banyak. Salah satu contohnya adalah ketika Sedaris curhat tentang pacarnya: Tentu saja, [pasanganku] jauh lebih cerdas daripada yang kuakui, dan pada akhirnya dia membuktikan kecerdasannya dengan memutuskan hubungan denganku. Nah, pada tingkat tertentu, kayaknya Tukul punya kesamaan dengan Sedaris: menertawai diri sendiri.
Buku Me Talk Pretty One Day dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama berjudul Satu dan kedua berjudul Deux. Cerita dalam Satu berkisar tentang kisah-kisah masa lalunya. Dimulai dari kesulitan Sedaris untuk nyebut s sewaktu di sekolah dasar, pengalamannya diajarin guru gitar cebol, sampai kisahnya menjadi guru yang berakhir kudeta murid-muridnya.
Bagian Deux membawa kita ke Perancis, di mana Sedaris bersama pacarnya Hugh (mereka homoseksual yang bahagia) hidup di sana. Sedaris, yang mengalami kesulitan dalam belajar Bahasa Perancis, justru malah memicu kelucuan-kelucuan yang tidak masuk akal. Dalam "Sampai Jumpa Lagi Kemarin", Sedaris berkata bahwa kata Perancis pertama yang dia bisa adalah leher botol. Dia memakai kata ini dalam setiap percakapan Perancis yang dia lakukan, sehingga dia khawatir setelah mati nanti akan hanya dikenal sebagai pria yang berkata leher botol.
Stand Up Comedian
Bagi kamu-kamu yang suka humor ala Amerika pasti suka buku ini. Gayanya dalam menulis pun lebih ke arah stand up comedian, yang sarat rumus komedi penuh set-up dan punch line. Membaca buku ini seolah-olah membayangkan Sedaris berdiri di suatu klub komedi yang bercahaya remang-remang, mengambil mikrofon, dan memulai dengan kalimat, Kamu tidak akan percaya apa yang saya alami kemarin. Masa yah..
Setiap cerita dalam buku ini seperti mengundang kita untuk cekikikan sendiri, dengan kadar yang berbeda. Namun, bagi pembaca yang tidak terbiasa dengan humor mikir seperti Sedaris mungkin harus memicingkan mata senjenak, berpikir, baru bisa terbahak. Atau, bisa juga malah bingung: setelah membaca sebuah kalimat, tertawa kecil, lalu berpikir, eh tunggu, maksudnya ngelucu gak sih?.
Proses penulisan buku ini sendiri memakan waktu tujuh bulan. Ketika cetakan pertamanya keluar, media langsung membuat rave review yang ditampilkan di mana-mana. Nah, di zaman pusing seperti ini, bacaan Sedaris asyik buat temen ketawa. Autobiografi tidak pernah se-entertaining ini!