Mengelola pasar anak muda tak pernah sama lagi. Iklan yang ada di media tak bisa lagi diandalkan, karena pada kenyataannya banyak anak muda yang memutuskan membeli sebuah produk berdasarkan referensi dari temannya, bukan dari rayuan iklan.
Anak muda identik dengan sikap dan perilakunya yang terkadang sulit ditebak. Di dunia marketing kontemporer, membidik pasar anak muda sama saja dengan menjemput gairah dan tantangan.
Di zaman seperti saat ini, ketika lalu-lintas informasi berbasis social media, mengelola pasar anak muda tak pernah sama lagi. Iklan yang ada di media tak bisa lagi diandalkan, karena pada kenyataannya banyak anak muda yang memutuskan membeli sebuah produk berdasarkan referensi dari temannya, bukan dari rayuan iklan.
Setiap pemasar memang mau tidak mau mesti mempelajari karakter dan perilaku anak muda yang sangat cair, cepat berubah, dan sulit diprediksi. Seperti misalnya; anak muda cenderung tak suka dicecar dengan cerita-cerita mengenai sebuah brand, tetapi mereka lebih senang dan lebih mahir berkisah tentang dirinya. Di titik ini dia mesti dilibatkan dalam proses promosi dengan penuh simpati.
Cara berkomunikasi dengan anak muda bukan dengan memperlakukan mereka sebagai pelanggan semata, tetapi perlakukanlah mereka sebagai fans. Fans peduli dengan brand Anda, sedangkan pelanggan hanya peduli dengan harga!
Menjamurnya retail yang menyediakan tempat untuk nongkrong jelas sangat memanjakan anak muda. Ini memenuhi kebutuhan mereka akan ruang publik untuk digandrungi. Ya, sebagai anggota masyarakat, mereka juga membutuhkan ruang untuk berkumpul dan berinteraksi.
Dalam beberapa kondisi,anak muda terkadang absurd, tetapi justru di situlah kekuatannya. Ghani Kunto, penulis buku Youth Marketing, memberikan sebuah contoh yang menarik.
“Kekasihku melamarku di Minecraft,” tulis Vegyangel pada 13 Oktober 2010 di YouTube.
Komentar pertama berisi pertanyaan tentang, “Apa itu Minecraft?”
Dan pertanyaan kedua, “Mengapa kekasihmu melamar di Minecraft?”
Barangkali Anda pun ikut bertanya-tanya apa itu Minecraft.
Sebagai sebuah online game, yang kemudian dijadikan media untuk melamar seseorang, Minecraft tentu mengusik rasa ingin tahu orang-orang. Asal tahu saja, di tahun 2012 online game tersebut telah mempunyai 5 juta pelanggan berbayar, dan hebatnya tidak diiklankan—penggemarlah yang mengiklankan game ini.
Inilah dunia anak muda, sebuah dunia berbeda yang memerlukan pendekatan kreatif yang tidak membosankan. Siapa yang memahami dunianya, dia-lah yang mampu menyambut kemenangan.
Buku Youth Marketing yang ditulis oleh Ghani Kunto ini begitu fasih membongkar seluk-beluk dunia pemasaran di kalangan anak muda, yang ternyata memegang peranan penting dalam perkembangan sebuah produk. Seringnkali titik ini menjadi kunci untuk menentukan kelanjutan sebuah produk. Jadi, kini pilihannya ada dua: hidup lebih panjang atau mati mengenaskan!