Tema apapun bisa ditulis mengalir oleh Prie GS. Barangkali hal ini disebabkan ketekunan dalam memerhatikan detail  kehidupan. Semisal, soal tertawa, kendi, kejorokan, nyamuk, VCD, ataupun  sariawan. Ya, apapun bisa bernilai, bermakna, dan ada hikmahnya bagi budayawan yang juga andal dalam drawing ini.

  Prie GS beruntung karena ia berada di Indonesia yang banyak persoalan, banyak keganjilan, dan banyak rupa warna yang siap sedia untuk ditulis. Barangkali hal ini menyebabkan Prie GS bisa terus terjaga dalam menulis dan menangkap kenyataan-kenyataan “miring”. Tentunya, semua lewat keandalannya dalam mengolah rasa dan pikiran, serta menangkap fenomena sosial yang terkadang getir, lucu, gelap, dan aneh.

Memerhatikan detail dan hal remeh adalah kelebihan dari Prie GS. Sepertinya, membicarakan hal-hal besar sudah tidak begitu menarik untuk disimak. Melihat hal-hal kecil bisa saja digunakan untuk menarik cermin besar.  Barangkali ini yang menjadi ciri khas dalam tulisan-tulisan Prie.

Nah, untuk mendapatkan sebuah pencerahan tak melulu harus menunggu datangnya wangsit dari langit. Saat spontan melihat dedaunan yang berguguran, satori bisa hinggap tak terduga. Demikian kiranya, hikmah lain yang bisa diambil dari tulisan-tulisannya.

Spontanitas memanglah sebuah kejujuran yang harus diakui. Betapa tidak, lewat spontanitas, jiwa Anda, kita, dan semua bisa terlihat berekspresi. Bahkan keotentikan bisa teraba dari sikap spontan. Spontan dalam tradisi Zen adalah bagian dari satori (pencerahan). Demikian pula dalam kolom-kolom Prie GS, saya merasakan tulisannya dalam mencerap fenomena sosial terasa diiringi spirit dari sikap yang spontan, jujur, dan apa adanya.

Tak harus menunggu datangnya mood bagus untuk mencerap fenomena di sekitar kita. Buktinya ada dalam buku Hidup Bukan Hanya Urusan Perut. Dijahit dalam 165 halaman, Prie menuliskan persoalan yang nampak remeh, tapi sebenarnya bisa dimaknai secara mendalam, bahkan bisa mencerahkan.  Ditulis dalam gaya yang ringan, menggelitik, dan mengalir dalam sampul buku berwarna putih segar ini.

Mungkin Anda akan terkesima ketika Prie GS menuliskan kekesalannya soal hari yang menyebalkan baginya dalam tulisannya Kebaikan Terakhir.  “Ada satu hari dalam seminggu yang ketika datang, godaan pekerjaan seperti menumpuk jadi satu. Pada haril itulah pusing di kepalaku sering kambuh, sifat buru-buruku kumat, dan ketenangan berpikiranku goyah. Pekerjaan yang kubayangkan dengan segenap kecemburuan saat menjadi penggur itu seperti telah berubah menjadi kutukan. Bangun pagi di hari itu selalu otomatis menjadi bangun pagi dengan timbunan batu segede gajah tepat di ubun-ubun.” (halaman 67)

Sepotong paragraf di atas sepertinya bagian dari refleksi gaya hidup para pekerja di wilayah metropolitan dalam menjalani kesibukan kerjanya. Anda, saya, dan kita mungkin pernah—bahkan sering—mengalaminya bukan? Mengapa tulisan-tulisan Prie GS bisa kita terima? Tak lain adalah karena ia selalu menulis persoalan dekat dengan keseharian kita—bahkan dengan diri kita.

Kiranya ada 55 judul esai budaya yang ditulis dalam buku Hidup Bukan Hanya Urusan Perut yang diterbitkan oleh TransMedia Pustaka. Seperti yang diakui Prie dalam pengantar bukunya, tulisan-tulisannya berasal dari tiga tempat: Suara Merdeka Cybernews, Tabloid Cempaka, dan situs andriewongso.com.  Ya, hidup memang bukan hanya urusan perut, Anda dan saya pun butuh mengasah daya nalar, olah rasa, bahkan raga. Selamat menyimak!