Banyak orang yang mengasosiasikan sunyi dengan keadaan yang sepi dan membosankan. Tapi menurut Adjie Silarus, penulis Sadar Penuh Hadir Utuh, dalam sunyi dan heninglah kita bisa menemukan damai dan bahagia. Kita selalu ingin melakukan perjalanan ke berbagai tempat, mulai dari luar kota hinga luar negeri. Namun, sudahkah kita melakukan perjalanan ke dalam diri sendiri? Mampukah kita menyelami diri sehingga jiwa dan raga ini hadir seutuhnya di sini-kini?
Dalam sesi bersama Young on Top Yogyakarta di Edu Hostel, 9 Mei 2015 lalu, Adjie mengajak para peserta belajar memaknai keheningan untuk mencipta bahagia. Caranya dimulai dengan merilekskan tubuh, lalu menyadari napas. Ya, kita memang selalu bernapas setiap saat. Tapi itu kita lakukan dengan otomatis, seperti mesin yang bekerja dengan sendiriya. Dengan menyadari napas, kita akan lebih bersyukur dan berterima kasih karena napas itu merupakan anugerah yang membuat kita hidup.
Adjie juga mengungkapkan bahwa ada dua tipe jenis pernapasan, yaitu napas dada dan napas perut. Umumnya yang banyak orang lakukan ialah napas dada, yaitu dada tertarik ke atas ketika menghirup, kemudian dada menurun ketika mengembuskan. Cara ini sebenarnya tidak salah, tetapi mengeluarkan lebih banyak energi daripada napas perut. Karena itulah ketika orang menahan marah, dadanya akan terlihat kembang-kempis.
Lalu, bagaimana dengan napas perut? Ketika menghirup udara, perut mengembung. Kemudian ketika mengembuskan napas, perut mengempis. Awalnya memang sedikit terasa sulit karena mungkin kita belum terbiasa. Namun, jika kita terus berlatih, lambat laun kita akan dapat menerapkannya dengan mudah.
Dengan berlatih menyadari napas, kita bisa menemukan ketenangan dan kebahagiaan di tengah kesunyian. Sadarilah bahwa kita tak perlu lagi mencari-cari kebahagiaan di luar sana. Semua yang kita perlu sudah ada di sini-kini.