Dalam filosofi Cina, dunia ini terbagi menjadi yin dan yang. Dua kekuatan yang bertolak belakang ini sebenarnya saling melengkapi sehingga harus dijaga keseimbangannya. Jika bicara soal yin dan yang dalam praktik kehidupan sehari-hari, gambarannya kira-kira seperti ini.
Yin | Yang |
– melepaskan, merelakan datang dan pergi – diam dalam hening – bersabar, menunggu – menerima, bersyukur – merayakan saat ini, di sini-kini |
– mempertahankan dan menggenggam erat – bergerak dalam riuh – tergesa, bertindak – meraih, berharap – bermimpi akan masa depan yang lebih baik |
Adjie Silarus, seorang meditator dan praktisi mindfulness, menyatakan bahwa dewasa ini manusia lebih fokus kepada yang sehingga mengabaikan yin. Ketidakseimbangan ini tentu sangat memengaruhi kualitas hidup. Hal ini disampaikannya pada sesi “Mencipta Bahagia dengan Hening” yang diadakan di Gramedia Gandaria City, 26 April 2015 silam.
Menurut Adjie, kita selalu dituntut untuk melakukan sesuatu atau do something sehingga selalu terdorong untuk tergesa-gesa. Padahal, untuk apa buru-buru? Toh, pada umumnya orang tidak ingin terburu-buru meninggalkan dunia ini, bukan? Hidup ini cuma sekali, jadi alangkah indahnya kalau kita isi dengan hal-hal yang membahagiakan, bukan sekadar menyibukkan dan memusingkan.
Lantas, bagaimana caranya agar kita bisa mendapatkan kebahagiaan? Setiap orang memiliki sumber kebahagiaan masing-masing, tetapi satu hal yang perlu diingat: kebahagiaan itu ada pada diri kita sendiri. Kita hanya perlu lebih cermat menghargai keindahan pada hal-hal sederhana yang ada di sekeliling kita.
Dalam bukunya yang berjudul Sadar Penuh Hadir Utuh, Adjie Silarus menyampaikan pentingnya menerapkan yin dalam kehidupan kita. Dengan demikian, kita akan lebih bahagia dan bersyukur, bukan hanya larut dalam kesibukan yang menyita waktu dan pikiran. Ingat, kita ini human being, bukan human doing.