Youth marketing bisa dikatakan sebagai teknik pendekatan bisnis yang sama sekali berbeda dan juga sulit. Karena, youth marketing adalah merombak budaya perusahaan, bukan mengganti taktik atau menyesuaikan strategi. Sekitar 95% dari pesan marketing perusahaan jarang diperhatikan oleh anak muda.
Percaya atau tidak, pasar dengan target anak muda kini memegang peranan yang cukup besar dalam perekonomian. Seiring dengan perkembangan zaman, anak muda mampu menciptakan pasarnya sendiri. Oleh karena itu, banyak pengusaha yang mencoba masuk ke pasar anak muda dan mempraktikkan teknik pemasaran yang dinamakan youth marketing.
Youth marketing bisa dikatakan sebagai teknik pendekatan bisnis yang sama sekali berbeda dan juga sulit. Karena, youth marketing adalah merombak budaya perusahaan, bukan mengganti taktik atau menyesuaikan strategi. Pendekatan semakin sulit karena sekitar 95% dari pesan marketing perusahaan jarang diperhatikan oleh anak muda. Mereka hanya memedulikan apa kata teman. Maka berkembanglah produk secara word of mouth melalui media sosial di kalangan anak muda.
Salah satu bentuk youth marketing yang sedang berkembang saat ini adalah fenomena Pasar Santa. Pasar Santa yang dahulu sepi pengunjung, kini telah ramai oleh sekumpulan anak muda. Bagi pengunjung, keberadaan Pasar Santa telah memberikan tempat nongkrong baru selain mal. Ya, sejak beberapa anak muda membuka usahanya di Pasar Santa, pasar itu kini menjadi fenomenal—bukan hanya di kalangan anak muda, tetapi juga di kalangan keluarga.
Berawal dari Hendri Kurniawan dan Ve Handojo yang membuka gerai kopi ABCD (A Bunch of Caffeine Dealers) di lantai 1 Pasar Santa. Sebenarnya, ABCD sudah berada di pasar sejak dua tahun yang lalu. Namun sang pemilik hanya memanfaatkan gerainya untuk tempat latihan membuat kopi bersama teman-temannya. Baru sekitar bulan puasa lalu mereka membuka ABCD untuk umum. Uniknya, mereka tidak menetapkan tarif. Alasannya karena biji-biji kopi unggulan yang ABCD miliki didapat gratis dari rekan-rekan mereka di berbagai negara. ABCD pun menaruh stoples untuk menaruh tip secara sukarela.
Kehadiran ABCD ternyata membawa efek yang luar biasa bagi pengusaha muda lainnya. Teman-teman Hendri dan Ve tertarik untuk membuka toko di lantai 1 Pasar Santa sehingga sekitar 350 kios ludes terjual. Harga sewa kios Rp3,5 juta per tahun pun menciptakan daya tarik tersendiri bagi para pengusaha muda. Mereka dapat menjual produk lebih murah daripada di mal.
Beragam makanan dan minuman unik dan otentik dijual di sana. Mulai dari taco, mi karet, kopi Aceh, kue sus es krim, sampai kue cubit green tea pun tersedia untuk pengunjung. Tidak hanya gerai makanan saja, berbagai toko yang menjual barang vintage seperti piringan hitam, poster, jaket, dan lainnya juga hadir membawa warna baru dalam Pasar Santa.
Para pengusaha itu memasarkan produk mereka dengan teknik youth marketing. Mereka mendekati dan mencari tahu apa yang diinginkan dan apa yang akan menjadi tren dalam kehidupan anak muda. Pendekatan melalui media sosial digencarkan dan berimbas kepada citra Pasar Santa yang kini menjadi tempat nongkrong anak muda.
Jadi, dengan adanya Pasar Santa, medium pemasaran secara tidak langsung pun terjadi. Melalui segelas kopi dan sebongkah piringan hitam, para pengusaha muda ini dengan mudah menjaring target dan menciptakan “pasar” di dalam pasar.
Tidak mudah memahami pasar anak muda. Hal itu yang menarik minat Ghani Kunto untuk membuat buku yang berjudul Youth Marketing. Berbagai trik untuk mengoptimalkan strategi marketing dengan memancing suara anak muda hadir dalam buku ini.