Niatan berbagai ilmu pengetahuan untuk memberi setitik pencerahan kepada orang lain lewat buku memang perlu terus disosialisasikan secara terbuka. Namun hal ini tak perlu dipaksakan tentunya.
Niatan berbagai ilmu pengetahuan untuk memberi setitik pencerahan kepada orang lain lewat buku memang perlu terus disosialisasikan secara terbuka. Namun hal ini tak perlu dipaksakan tentunya. Nah, mungkin Anda pernah menyimak sebuah wasiat kuno dari negeri China: "buatlah buku maka kamu akan hidup seribu tahun." Wasiat abadi ini saya kutip dari esai berjudul Dicari Guru yang Penulis! yang ditulis Hikmat Kurnia, direktur Agromedia Group. Ya, memang jika kita mati dengan meninggalkan karya buku tentu akan terus dikenang dan diabadikan oleh sejarah, seperti halnya Plato ataupun Pramoedya Ananta Toer, bukan?
Nah, ada fakta yang memprihatinkan tentang minimnya jumlah buku yang diterbitkan di Indonesia dalam satu tahun. Dari catatan Hikmat Kurnia, jumlah buku yang diterbitkan ada 12000 per tahun. Berangkat dari fakta ini, para pekerja perbukuan di bawah kelompok Agromedia tergerak berburu ke beberapa kampus di daerah untuk coba menemukan penulis-penulis lokal. Lewat workshop penulisan dan talkshow, beberapa event tergelar di UNJ, Universitas Tarumanegara, Universitas Jenderal Sudirman (Purwokerto), Universitas Diponegoro (Semarang), hingga Universitas Airlangga (Surabaya).
Senin, 16 Juni 2008 lalu, workshop penulisan untuk umum digelar di Auditorium lantai dua Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga. Acara ini dibuka oleh Hikmat Kurnia. Pemateri workshop langsung didatangkan dari Jakarta. Mereka adalah Lukito Adi (Pemimpin redaksi dan Manager Produksi Agromedia), Fuad Izzudin (Pemimpin Redaksi dan Kepala Produksi Transmedia Pustaka), Dipo Tanudi (Kepala Produksi beberapa penerbitan buku), dan Windy Ariestanty (pemimpin redaksi Gagasmedia dan Bukune). Materi yang dibawakan antara lain: dasar-dasar penulisan, strategi dan gaya penulisan, menggali ide atau gagasan, tip dan trik cara menembus penerbitan.
Dalam workshop juga dibahas pula buku-buku yang diminati dan kurang diminati penerbit. Misalnya, untuk tema sastra, penerbit buku cukup selektif dan membatasi tema-tema sastra. Selain melihat bahwa buku-buku sastra di Indonesia peminatnya terbatas, juga karena booming tema sastra yang sulit diprediksi. Bukan berarti buku bertema sastra pasti ditolak oleh penerbit. Memang tak menutup kemungkinan buku-buku sastra yang menjual dan bertema "menarik" akan diterbitan.
Workshop penulisan untuk umum ini dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai fakultas. Sebagian besar datang dari Fakultas Ilmu Budaya, jurusan sastra Indonesia. Sebenaran soal menulis bukanlah hal yang baru bagi sebagian peserta workshop. Sebab, di jurusan sastra, mata kuliah penulisan kreatif selalu tersaji.
Namun, yang menarik dari workshop penulisan ini adalah cara Dipo Tanudi mengandaikan aktivitas menulis yang dipunduh dari keprigelan seorang seniman besar Michelango.Dengan melihat karya patung berjudul David (Nabi Daud) di Kapel Sistine di Roma, kita bisa mulai belajar menulis. Patung setinggi setinggi 14 kaki itu dipahat dengan halus dan sempurna, persis serupa manusia. Nampak kecermatan menandakan keindahan dan kesempurnaan sebuah karya patung.
Begitupun dalam menulis. Perencanaan yang baik dan cerdas adalah langkah awal yang menyertai usaha penulisan. "Mulailah dengan menemukan malaikat dalam diri Anda, yakinlah Anda bisa, ajaklah tangan dan kepala untuk bekerjasama," ujar Tanudi coba menginspirasi peserta workshop. Selanjutnya "merebut hati penerbit" pun menjadi tema yang tak menarik. Juga soal sistem pembayaran royalti, oplag, dan buku-buku yang diminati penerbit.
Tanudi juga coba menyampaikan bahwa menulis tak harus berbakat dan menulis tak dibatasi usia. Sebab menulis adalah sebuah keterampilan yang bisa dilakukan siapapun.